Selasa, 14 Juni 2011

PENDIRI HMI

BERDIRINYA HMI

A.    Tokoh Pelopor Berdirinya HMI
  1. Sosok Lafran Pane
Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI  HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai pendiri HMI. Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Bulan Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP).  Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten,  serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
  1. Tokoh-Tokoh Pendiri HMI
Pemerkasa pendiri HMI adalah Lafran pane, Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI tanpa campur tangan pihak luar, kecuali pihak mahasiswa itu sendiri dalam ruang kuliah. Mereka antara lain:
1.       Lafran Pane (Yogya). 
2.      Karnoto Zarkasyi (Ambarawa). 
3.      Dahlan Husein (Palembang). 
4.      Maisaroh Hilal (Singapura). 
5.      Suwali (Semarang).
6.      Yusdi Ghozali (Semarang).
7.      Mansyur (Palembang).
8.      Siti Zainah (Palembang).
9.      M. Anwar (Malang). 
10.   Hasan Basri (Jakarta).
11.    Marwan (Jakarta).
12.    Zulkarnaen (Jakarta).
13.   Tayeb Razak (Jakarta).
14.    Toha Mashudi (Malang). 
15.   Baidron Hadi (Yogya).
Asmin Nasution dan Anton Timur Jailani, tidak termasuk pendiri HMI karena keduanya tidak hadir dalam Rapat 05 Februari 1947. Pelanjut atau penerus yaitu Pengurus Besar HMI Pilihan Kongres I HMI tanggal 30 November 1947 dan PB HMI hasil resuffle.

B.    Deklarasi Berdirinya HMI.
Latar belakang berdirinya HMI, asal mula dari Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta atau PMY. Bahwa PMY yang berdiri di Yogyakarta tahun 1946, beranggotakan seluruh Mahasiswa dari tiga perguruan tinggi yang ketika itu sudah berdiri di Yogyakarta yaitu, Sekolah Tinggi Teknik atau STT, Sekolah Tinggi Islam atau STI, dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang pada waktu itu baru mempunyai Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Kehidupan PMY, masih menunjukkan identitas ala poloniase, dansa disertai dengan minuman keras hingga mabuk. Lagu lo vivat dijadikan hymne resmi yang dinyanyikan secara hikmat pada setiap upacara organisasi sesudah lagu Indonesia Raya. Padahal isi lagu lo vivat mengajak para mahasiswa untuk bersenang-senang melupakan segala urusan sambil meminum-minuman keras sampai mabuk.
Disampaing itu PMY, sama sekali tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa beragama. Ceramah – ceramah keagamaan tidak pernah diselenggarakan. Tidak memikirkan kebutuhan para mahasiswa untuk sholat Maghrib ditengah-tengah kuliah berlangsung, yang dimulai pukul 16.30 sampai 20.30. Tidak pernah tersalurkannya aspirasi keagamaan ini sebenarnya sudah merupakan alasan kuat bagi mahasiswa yang beragama Islam, untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berdiri sendiri dan terpisah dari PMY. Tetapi karena pada waktu itu bangsa Indonesia sedang menghadapi musuh Belanda, maka mendirikan organisasi mahasiswa sendiri pada saat seluruh potensi mahasiswa mesti digalang adalah kurang simpatik dan akan dinilai oleh massa mahasiswa sebagai gerakan memecah belah potensi mahasiswa, yang pada waktu itu diharapkan sebagai pelopor dan perintis dalam mempertahankan Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut diterangkan oleh Dahlan, kondisi politik di wilayah Republik khususnya di Ibu Kota Yogyakarta pada akhir tahun 1946 dan awal tahun 1947 mengalami polarisasi antara pihak pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis, Pimpinan Syahrir Amir Syarifuddin, dan Pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi, pimpinan Sukiman-Wali Al-Fatah dan PNI, Pimpinan Mangunsarkono-Suyono Hadinoto dimana arah perjuangan bertolak belakang, pihak partai Sosialis (pemerintah) menitik beratkan perjuangan untuk memperoleh pengakuan Republik Indonesia dengan berdiplomasi, sedangkan pihak oposisi menitik beratkan pada perjuangan bersenjata untuk melawan Belanda. Polarisasi ini terbawa pada masyarakat mahasiswa yang disebabkan sebagian besar anggota pengurus PMY berorientasi pada Partai Sosialis. Melalui mereka itu, Partai Sosialis mencoba mendominir PMY. Dalam suasana yang amat kritis karena Belanda semakin memperkuat diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dan persenjataan modern, dan kemudian pada tanggal 21 Juli terjadi Clas I. Dalam suasana kritis semacam itu sikap mahsiswa murni tetap bersatu menghadapi Belanda dan menolak keras usaha dominasi Partai Sosialis, karena akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik tersebut.
Adanya usaha Partai Sosialis untuk mendominir PMY, mendorong beberapa orang mahasiswa mendirikan organisasi baru. Bagi mahasiswa beragama, adanya dominasi Partai Sosialis, lebih mendorong mereka untuk segera mendirikan organisasi mahasiswa baru. Sebenarnya keinginan mendirikan organisasi mahasiswa Islam kurang tepat lagi, karena berarti membiarkan PMY lebih didominasi oleh Partai Sosialis, yang sekaligus akan mengakibatkan massa mahasiswa akan terlibat dalam polarisasi politik seperti yang diungkapkan dimuka. Sikap menentang dominasi Partai Sosialis kepada PMY bukan saja dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga datang dari mahasiswa Katholik, mahasiswa Kristen, serta datang dari mahasiswa yang berwarna polos. Setelah HMI berdiri pada tanggal 5 Februari 1947, maka menyusul pula berdirinya Perhimpuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia atau PMKRI, Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia atau PMKI yang kemudian pada tahun 1950 berubah menjadi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia atau GMKI, dan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia atau PMI yaitu organisasi dari mahasiswa “polos“. Berarti berdirinya empat organisasi mahasiswa tersebut diatas, yaitu HMI, PMKRI, GMKI, PMI, bukan merupakan eksklusivisme apalagi separatise, dengan melepaskan diri dari PMY. Terbukti di Malang pada tanggal 8 Maret 1947, diadakan Konggres Mahasiswa Seluruh Indonesia yang diikuti oleh HMI, PMKRI, GMKI, PMI, PMY, Masyarakat Mahasiswa Kedokteran (Jakarta), Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (Bogor) dan Serikat Mahasiswa (SMI). SMI berdiri lebih dahulu daripada PMY, terdiri dari mahasiswa di Klaten, Solo, selain yang masih tetap bertahan di Jakarta sebagai lembaga Republik SMI dipimpin oleh tokoh-tokoh mahasiswa yang kemudian berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), diantaranya Suripno, Utomo Ramelan, Suyono Atmo, dan Sugiono.
Usaha-usaha dominasi Partai Sosialis kedalam tubuh organisasi pemuda, mahasiswa untuk pertama kali dimulai pada waktu Konggres Pemuda Seluruh Indonesia yang diadakan di Yogyakarta pada awal bulan November 1945. Konggres ini hendak dimanipulir oleh Partai Sosialis, untuk diarahkan pada satu fusi bernama Pemuda Sosialis Indonesia atau Pesindo. Usaha ini ditentang oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia atau GPII yang berdiri pada tanggal 2 Oktober 1945, Ikatan Pelajar Indonesia atau IPI, Pemuda Kristen, Masyarakat Kedokteran Jakarta dan lain-lain. Tetap gerakan-gerakan pemuda lokal yang berdiri setelah Proklamasi yaitu di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan, yang bernama API, AMI, AMRI dan organisasi lain terkena manipulasi Partai Sosialis. Organisasi lokal ini dalam konggres pemuda tersebut melebur menjadi Pesindo yang merupakan organisasi bawahan Partai Sosialis. Pada tanggal 12 Maret 1966, Pesindo dibubarkan, karena terlibat pemberontakan PKI 30 September 1947, meskipun ketua pertama dari Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia atau PPMI yaitu federasi organisasi – organisasi mahasiswa hasil konggres mahasiswa seluruh Indonesia di Malang itu adalah seorang tokoh SMI bernama Suripno. Tetapi setengah tahun kemudian Suripno turut memimpin pemberontakan PKI di Madiun 1948, lalu ditembak mati bersama – sama gembong – gembong Front Demokrasi Pancasila (FDP) yang berdiri dibelakang PKI, di Karang Anyar Solo bersamaan dengan Belanda melancarkan Clas II sehingga tubuh RI laksana ditikam dari belakang.
Usaha dominasi Partai Sosialis dikalangan massa pelajar dan dikalangan pemuda sebagian berhasil. Dikalangan mahasiswa, usaha dominasi Partai Sosialis gagal total. PPMI tetap independent pada waktu itu. Setelah berdirinya HMI dan PMKRI, GNKI, PMI. PMY kehilangan massa dan kemudian mati tanpa upacara pada tahun 1950. Dalam kalangan pelajar usaha dominasi itu ternyata berhasil. Sekitar bulan April 1946, SMI dan IPI melebur diri menjadi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Karena kelihaian pion – pion Partai Sosialis pada SMI, SMI berhasil mendorong IPI yang berdiri tanggal 27 September 1945, dan mempunyai cabang – cabang di kota – kota seluruh Jawa dan Sumatera untuk meleburkan diri di dalam IPPI yang didominir terus oleh Partai Sosialis Indonesia atau PKI. Bulan Juni 1948, Partai Sosialis pecah menjadi Partai Sosialis Indonesia atau PSI-nya Syahrir dan PKI-nya Amir Syarifuddin.
Didominirnya massa pelajar oleh pion – pion Partai Sosialis atau IUPPI menimbulkan reaksi keras dikalangan pelajar yang murni dan independent, yang tidak mau terlibat dalam polarisasi politik yang terjadi pada waktu itu. ini pulalah yang turut mendorong berdirinya organisasi pelajar lain, seperti Pelajar Islam Indonesia (PII) yang didirikan di Yogyakarta 2 Mei 1947, tiga bulan setelah HMI berdiri.
Jika disimpulkan dari uraian A. Dahlan R. mengenai latar belakang berdirinya HMI, meliputi empat hal. Pertama, karena Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa Islam. Ceramah-ceramah keagamaan tidak pernah diselenggarakan. Tidak memikirkan kebutuhan mahasiswa untuk Sholat Maghrib, karena kuliah berlangsung dari pukul 16.30 sampai 20.30. Kedua, karena danya dominasi Partai Sosialis terhadap PMY yang merupakan satu-satunya wadah mahasiswa pada waktu itu, sebagai satu setrategi menguasai mahasiswa untuk tujuan politik Partai Sosialis. Ketiga, karena dan polarisasi politik di Tanah Air, Partai Sosialis disatu pihak dan Masyumi, PNI, Persatuan Perjuangan dilain pihak. Polarisasi politik tersebut, membawa masyarakat mahasiswa, karena sebagian besar pengurus PMY berorientasi pada Partai Sosialis. Padahal banyak diantara mahasiswa yang bergabung dalam PMY tidak mau berorientasi pada Partai Sosialis. Keempat, perlunya persatua dikalangan mahasiswa guna menghadapi agresi Belanda, mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Latar belakang sejarah berdirinya HMI menurut Agus Salim Sitompul terdiri dari tiga faktor dominan. Pertama, situasi Negara RI, dimana kedatangan Bangsa Inggris, Portugis, Spanyol dan Belanda ke Indonesia disampaing sebagai penjajah sekaligu juga membawa misidan zending serta peradaban barat. Karena peradaban barat itu bercorak “scularist”, turut mempengaruhi perkembangan masyarkat Indonesia. Lewat penjajahan selama 350 tahun, kolonial Belanda dengan berbagai jalan dan cara, menanamkan peradaban barat yang bercorak scularisme. Karena tekat dari Bangsa Indonesia untuk merdeka diilhami semangat dan aspirasi Islam, akhirnya dapat memperoleh kemerdekaan pada tanggal 17 Agutus 1945. Dengan semangat kemerdekaan itu pula akhirnya Bangsa Indonesia memperoleh kedaulatannya pad tanggal 27 Desember 1949, sebagaimana bangsa – bangsa lain. Kedua, digambarkan situasi Umat Islam Indonesia, yang dimana pengalaman dan pemahaman ajaran Islam di Indonesia berlaku tidak sebagaiman mestinya. Ruh dan semangat Islam hilang dan tenggelam ditengah – tengah berkembangnya mazhabisme, sufisme, dan ditutupnya babul ijtihad. Tetapi diatas kemajuan itu, dunia Islam bangkit dengan reformasi dan modernisasi dalam tata kehidupan keagamaan umat Islam serta perjuangannya, yang pertama kali muncul di Negara-Negara Arab dimana resonansinya juga mengilhami dan mendorong semangat umat Islam Indonesia untuk bangkit dari segala manifestasi keterbelakangan. Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya organisasi Islam seperti Sarikat Dagang Islam, Muhamadiyah, Al Jamiatul Wasliyah, Persatuan Umat Islam, Persatuan Islam dan Masyumi. Organisasi yang disebut terakhir ini pada tanggal 7 November 1945 menjelma menjadi Partai Unitaris yang mempersatukan segenap potensi dan kekuatan umat Islam sebagai alat perjuangan politik termasuk untuk menghadapi penjajah Belanda. Karena perjuangan kemerdekaan itu, mutlak memerlukan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, termasuk umat Islam. Ketiga, situasi perguruan dan kemahasiswaan. Akibat logis penjajahan Belanda, maka dunia pendidikan pada umumnya termasuk perguruan tinggi dipengaruhi oleh sistem pendidikan barat, yang pasti mengarah pada sekulerisme. Ditengah – tengah kehidupan perguruan tinggi dan kemahasiswaan dan keberadaan PMY serta Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) yang mengambil basis di perguruan tinggi, sebagai organisasi yang berhaluan komunis, maka situasi dunia kemahasiswaa dilanda krisis keseimbangan yang dimaksud, tidak adanya perpaduan antara pemenuhan tugas hidup di dunia dan akherat, akal dan kalbu, jasmani dan rohani.
Krisis keseimbangan seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam, dengan jelas ajaran Islam menganut doktrin keseimbangan, yaitu adanya keselarasan, keseimbangan, keharmonisan antara kepentingan dunia dan akhirat, akal dan agama. Persoalan-persoalan di atas merupakan masalah besar dan fundamental bagi kehidupan umat Islam dan Bangsa Indonesia.
Kedua pemikiran di atas setelah dibahas secara mendalam pada sidang pleno seminar sejarah HMI, lebih mendetail lagi dibahas oleh Panitia Perumus tentang motivasi dan latar belakang berdirinya HMI, proses berdirinya HMI dan pendiri HMI. Tim perumus beranggotakan lima orang terdiri dari: A. Dahlan R, SH, Agus Salim Sitompul, Drs. Malik Fadjar, Dr. Husein Anuz dan Dr. Halim Mubin. Dalam rapat-rapat tim perumus, pemrakarsa pendiri HMI Prof. Drs. Lafrane Pane selalu ikut, untuk menyampaikan pendapat dan pemikirannya. Dan lebih penting lagi, keterangan dari Prof. Drs. Lafrane Pane sebagai pengambil inisiatif pertama untuk mendirikan HMI, dapat didengarkan secara langsung, apa sebenarnya latar belakang yang mendorong untuk mendirikan HMI.
Sebagai hasil pemikiran, pendapat dan pandangan, maka sidang pleno seminar sejarah HMI, telah menuangkan tentang motivasi dan latar belakang berdirinya HMI, proses berdirinya HMI dan pendiri HMI dalam ketetapan seminar sejarah HMI No. 001/ss-HMI/1975, dengan formulasi sederhana.
Melihat dan menyadari kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan kurang memahami ajaran agamanya. Keadaan demikian ini adalah akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. karena itu perlu dibentuk suatu organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut, organisasi harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa, yang selalu menginginkan inovasi dalam ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalu Negara RI tidak merdeka, rakyatnya melarat, maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara RI kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Historis manusia membuktikan bahwa manusia selalu hidup dalam kontek masa lampaunya. Berbagai peristiwa masa silam yang telah mengendap dalam dirinya selalu diolah ulang tanpa bermaksud mengulangi, membanggakannya atau mengmbalikan putaran jarum sejarah melainkan hendak menafsirkan masa lampau, dalam kerangka penghayatan yang aktual masa kini. Disini mendiskripsikan keharusan untuk mengenal sejarah perjuangan tidak berhenti menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Kebenaran sejarah adalah mata rantai yang tidak putus dalam garis perkembangan menuju masa depan.
Sejarah sebagai suatu kajian terhadap peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dan dapat pula dipergunakan untuk menunjuk pada kejadian itu sendiri, haruslah selalu dalam keadaan yang dinamis. Pernyataan tentang makna keseluruhan sejarah selamanya tidak menemukan jawaban yang final. Tetapi walaupun demikian, kemauan dan kesungguhan untuk mencari dan memberi jawaban secara intensif pasti akan membantu dari ilmu pengetahuan yang dapat ditemukan secara mudah.
Disamping itu, sejarah sebagi cerminan masa lalu guna dijadikan pedoman untuk masa kini dan masa mendatang. Guna mencapai tujuan tersebut maka syarat mutlak untuk dipenuhi, bahwa sejarah harus ditulis secara akurat dan benar, tidak boleh memperkosa data. Interprestasinya harus tepat dan tidak ada maksud lain kecuali mencari kebenaran sejarah.
Pada setiap kali berbicara dan menulis tentang HMI, penulis berusaha harus terus untuk memberikan suatu gambaran yang mudah diikuti dan dicerna serta dipahami baik oleh anggota HMI, maupun yang masih awam tentang HMI. Maka untuk mengungkapkan latar belakang berdirinya HMI secara benar dan utuh, terlebih dahulu melihat dan meninjau riwayat hidup pemrakarsa pendiri HMI Lafrane Pane, serta ide dasar untuk mendirikan HMI. Tentang riwayat hidup Lafrane Pane, diperoleh dari lingkungan keluarga, pendidikan, teman-teman sepergaulan dan seperjuangan. Lafrane Pane berada dalam lingkungan nasionalis. Disamping itu menikmati pendidikan di pesantern, Ibtida’iyah Wustha dan sekolah Muhamadiyah. Namun jiwa nasionalismenya lebih menonjol. Dari para muda yang berfigur seperti itulah lahir gagasan untuk mendirikan HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI).
Adapun ide dasar yang dimaksud Lafrane Pane untuk mendirikan HMI, adalah berdasarkan suatu pemikiran dan analisa mengenai makro sosiologis umat Islam, sebelum HMI berdiri, yang dapat dibaca dari tulisan Lafrane Pane yang dimuat dalam Pedoman Lengkap Konggres Yogyakarta, dengan judul “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia”. Tulisan ini dimaksudkan untuk menyongsong Konggres Muslimin Indonesia yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 20 – 25 Desember 1949.
Diawal tulisan, Lafrane Pane mengemukakan bahwa ia bermaksud menganalisa dan menunjukkan kenyataan – kenyataan yang dihadapi sekarang dan dikemudian hari. Dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial harus menyelaraskan kehidupan dengan masyarakat, atau mencoba mengubah masyarakat sesuai dengan pandangan hidupnya. Dalam mencontoh, manusia cenderung pada kebiasaan yang baik dan tidak mau mencontoh golongan lain yang dianggap lebih rendah dari padanya. Sikap dan mental Indonesia, merasa lebih rendah dari bangsa Belanda dan bangsa barat lainnya. Hal in disebabkan karena akibat penindasan dan pendidikan Belanda yang sukar dihilangkan, terutama bagi yang semata – mata memperoleh pengajaran dan pendidikan di sekolah Belanda. Sikap mental itu baru dapat dihilangkan hanya dengan penidikan yang teratur, disertai dengan keinsyafan, bahwa Belanda itu tidak lebih tinggi derajatnya dari bangsa Indonesia. Terlebih-lebih apabila ajaran Islam itu dipraktekkan oleh rakyat disegala bidang dengan sebaik – baiknya, kiranya tidak mungkin Belanda itu menjajah Indonesia dengan perlakuan yang halus sampai kasar. Banyak kaum terpelajar yang menganut ajaran Islam, malu mengaku secara terus terang bahwa ia beragama Islam. Dianggapnya agama Islam itu lebih rendah, sebaliknya orang – orang barat dan agama Kristen lebih tinggi derajatnya. Pandangan dan sikap yang demikian juga karena keuangan dan organisasi orang barat jauh lebih kuat dan teratur, jika dibandingkan dengan keuangan bangsa Indonesia yang lemah serta organisasinya yang centang perenang. Juga ditinjau dari segi situasi dan kondisi masyarakat Islam Indonesia, yang melakukan ajaran agama Islam sebagai kewajiban yang diadatkan, umpamanya upacara waktu lahir, kawin, mati dan selamatan. Dari kedua kerangka dasar di atas secara konkrit dapat dideskripsikan latar belakang sejarah berdirinya HMI.
HMI di dirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Robul Awal 1366 H atau tanggal 5 Pebruari 1947, oleh para mahasiswa tingkat I Sekolah Tinggi Islam yang sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), yang dicetuskan dan diprakarsai oleh Lafrane Pane tanpa campur tangan pihak luar kecuali oleh pihak mahasiswa sendiri. Di dalam ruang kuliah karena konfigurasi politik, agama Islam, pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan yang mewarnai kehidupan Bangsa Indonesia umumnya.
Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah. 
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain: 
·         Mempertahankan kemerdekaan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia dari intervensi kolonialisme Internasional.
·         Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. (Syiar Islam)
Secara interpretatif kedua tujuan diatas memiliki makna dialektika kausal, bahwa tidak ada da’wah Islamiyah tanpa ada kedaulatan wilayah politik. Islam akan berkembang menjadi agama budaya dan agama masyarakat, bila kalau masyarakat Indonesia sudah mempunyai kedaulatan Negara.

C.    Misi HMI
a.      Menegakkan dan mengembangkan agama Islam yang bersumber pada Al Quran dan As Sunnah, untuk tegaknya keyakinan tauhid, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.      Berperan dan berpartisipasi aktif, konstruktif, proaktif bersama-sama pemerintah beserta seluruh kekuatan bangsa guna meningkatkan harkat dan martabat serta peradaban bangsa Indonesia, dan hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diridhoi Allah SWT, menuju Indonesia baru di masa depan.
c.       Berusaha menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membangun masa depan bangsa.
d.      Menciptakan kader-kader intelektual yang berwawasan keislaman, keindonesiaan, keilmuan, dan independen sebagai calon pemimpin bangsa dimasa datang guna mencapai tujuan perjuangan bangsa Indonesia.
e.      Membendung dan memberantas faham dan ajaran komunis dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta paham-paham lain yang bertentangan dengan Islam dan Pancasila
f.        Senantiasa mengusahakan persatuan dan kesatuan umat Islam dan bangsa Indonesia yang majemuk, sebagai syarat mutlak tercapainya cita-cita umat Islam dan bangsa Indonesia yang besar luhur.

D.   Faktor Pendukung dan Penghambat Berdirinya HMI
1.       Faktor Pendukung Berdirinya HMI
a)     Posisi dan arti kota Yogyakarta
§  Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
§  Pusat Gerakan Islam
§  Kota Universitas/ Kota Pelajar
§  Pusat Kebudayaan
§  Terletak di Central of Java
b)     Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
c)      Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
d)     Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
e)     Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
f)       Adanya dukungan Presiden (Rektor) STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
g)     Ummat Islam Indonesia mayoritas

2.      Faktor Penghambat Berdirinya HMI
a)     Reaksi Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
b)     Reaksi Gerakan Pemuda Islam (GPII)
c)      Reaksi Pelajar Islam Indonesia (PII)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar