Rabu, 15 Juni 2011


HMI SEBAGAI ORGANISASI PERKADERAN

Oleh : Muh. Hasan Marwiji


Pada tahun 1998 pemerintahan Orde baru mampu dikalahkan oleh para aktifis mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa yang ikut dalam menggulingkan pemerintahan soeharto ketika itu merupakan mahasiswa yang aktif dalam organisasi ektra kampus. Namun muncul pertanyaan baru, apakah mahasiswa hari ini masih memiliki hati pejuang, semangat untuk membantu umat, semangat untuk memperjuangkan kepentingan umat (rakyat kecil), dan sebagainya seperti para pendahulunya ?
Banyak contoh realita yang membuktikan bahwa mahasiswa hari ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk senang-senang, tanpa memperdulikan hal-hal positif yang dapat membangun intelektulnya. Mereka lebih banyak bermain di mall-mall, cafe-cafe atau bahkan menghabiskan waktunya buat liburan ketimbang membaca buku. Membaca adalah salah satu dari sekian cara yang digunakan para aktifis kampus sebagai media untuk peningkatan intelektualnya, tak heran apabila ketika mereka berbicara begitu bagus dan lancar.
Menurut Tata Iryanto (1996 : 102) bahwa yang dimaksud dengan hedonisme adalah teori yang menyatakan bahwa kesenangan adalah tujuan hidup tertinggi. Kebanyakan mahasiswa hari ini, itu bersifat hedonis dalam artian lebih mementingkan senang-senang ketimbang dia memperjuangkan dirinya (peningkatan intelektual) atau memperjuangan kepentingan umat (sebagai agent social of control ). Semua semangat perjuangan pada diri mahasiswa sudah hampir hilang, mereka hanya datang ke kampus lalu pulang ke rumah atau jalan-jalan terlebih dahulu sebelum pulang. Setiap hari yang dilakukannya hanya sebatas itu saja.
Maka, disinilah peran serta organisasi ektra kampus, baik itu untuk peningkatan intelektual mahasiswa ataupun sebagai organisasi perjuangan, yang memperjuangkan kepentingan rakyat. diantara organisasi kampus yang besar adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), HMI adalah organisasi perkaderan dan organisasi perjuangan (bukan organisasi massa). Disinilah tempat yang cocok bagi mahasiswa untuk meningkatkan intelektual dan untuk dapat memperjuangkan kepentingan umat karena sesuai dengan misi HMI (Pasal 4 AD HMI) :

“TERBINANYA INSAN AKADEMIS, PENCIPTA, PENGABDI YANG BERNAFASKAN ISLAM DAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS TERWUJUDNYA MASYARAKAT ADIL MAKMUR YANG DIRIDHOI ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA”

Dari misi di atas maka HMI memang benar-benar sebagai organisasi perkaderan baik itu dari mulai LK (Latihan Kader) I , LK II bahkan LK III. Inilah suatu bukti bahwa mahasiswa yang masuk atau ikut ke dalam organisasi ekstra kampus (HMI) akan mampu melaksanakan tanggung jawabnya sebagai agent social of control baik itu bagi fakultas maupun bagi pemerintahan.
 

Hanya itu coretan yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat. Namun pasti masih banyak kesalahan  baik dalam penulisan maupun isinya. Untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan.
YAKIN USAHA SAMPAI
Pentingnya Tafsir sebagai landasan mempelajari al-Quran

Tafsir adalah penjelasan tentang arti dan maksud firman Allah SWT yang tercantum dalam al-Quran sesuai dengan kemampuan manusia yang telah memiliki seperangkat syarat-syarat tertentu.
Setiap musllim sebenarnya didorong untuk memperhatikan ayat-ayat Tuhan, baik yang terbentang di alam raya ini (kontekstual) maupun yang tertulis di dalam mushaf (tekstual), Allah SWT mengecam orang-orang yang tidak memperhatikan ayat-ayat al-Quran (Q.S. 47 :24), dan mengecam pula orang-orang yang hanya mengikuti tradisi lama tanpa suatu alasan yang logis (Q.S. 2 ; 170), disamping menganjurkan umat manusia untuk selalu berpikir, mengamati dan mengambil pelajaran dari generasi-generasi tertentu.
Perbedaan hasil pemikiran manusia merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari, perbedaan ini bukan hanya disebabkan oleh perbedaan tingkat kecerdasan atau latar belakang pemikiran dan kecenderungan seseorang, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh lingkungan, kondisi sosial politik, pengalaman dan peristiwa-peristiwa sejarah serta penemuan-penemuan ilmiah.
Al-Quran al karim di samping diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi masyarakat yang hidup pada masa turunnya 15 abad yang lalu, juga ditujukan kepada masyarakat masa kini dan masa datang maka dengan demikian dapat kita pastikan bahwa al-Quran itu mampu berdialog dengan seluruh generasi, artinya perintah atau kecamannya sekaligus tertuju kepada semua pihak.
Tidak seorang Muslim, apapun aliran dan madzhabnya yang tidak merujuk kepada al-Quran untuk memperoleh petunjuk dan legitimasi terhadap pendapat-pendapatnya, al-Quran benar-benar merupakan posisi sentral bagi semua studi keislaman bahkan bagi kehidupan seluruh umat Islam.


















Selasa, 14 Juni 2011

PENDIRI HMI

BERDIRINYA HMI

A.    Tokoh Pelopor Berdirinya HMI
  1. Sosok Lafran Pane
Berdasarkan penelusuran dan penelitian sejarah, maka Kongres XI  HMI tahun 1974 di Bogor menetapkan Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, dan disebut sebagai pendiri HMI. Lafran Pane adalah anak keenam dari Sutan Pangurabaan Pane, lahir di Padang Sidempuan, 5 Pebruari 1922, pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”. Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup sebenarnya. Bulan Desember 1945 Lafran Pane pindah ke Yogyakarta, karena Sekolah Tinggi Islam (STI) tempat ia menimba ilmu pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pendidikan agama Islam yang lebih intensif ia peroleh dari dosen-dosen STI, mengubur masa lampau yang kelam.
Bagi Lafran Pane, Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang sempurna, karena Islam menjadikan manusia sejahtera dan selamat di dunia dan akhirat. Pada tahun 1948, Lafran Pane pindah studi ke Akademi Ilmu Politik (AIP).  Saat Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada dan fakultas kedokteran di Klaten,  serta AIP Yogyakarta dinegerikan pada tanggal 19 Desember 1949 menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM), secara otomatis Lafran Pane termasuk mahasiswa pertama UGM. Setelah bergabung menjadi UGM, AIP berubah menjadi Fakultas Hukum Ekonomi Sosial Politik, dan Lafran Pane menjadi sarjana pertama dalam ilmu politik dari fakultas tersebut pada tanggal 26 Januari 1953.
  1. Tokoh-Tokoh Pendiri HMI
Pemerkasa pendiri HMI adalah Lafran pane, Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI tanpa campur tangan pihak luar, kecuali pihak mahasiswa itu sendiri dalam ruang kuliah. Mereka antara lain:
1.       Lafran Pane (Yogya). 
2.      Karnoto Zarkasyi (Ambarawa). 
3.      Dahlan Husein (Palembang). 
4.      Maisaroh Hilal (Singapura). 
5.      Suwali (Semarang).
6.      Yusdi Ghozali (Semarang).
7.      Mansyur (Palembang).
8.      Siti Zainah (Palembang).
9.      M. Anwar (Malang). 
10.   Hasan Basri (Jakarta).
11.    Marwan (Jakarta).
12.    Zulkarnaen (Jakarta).
13.   Tayeb Razak (Jakarta).
14.    Toha Mashudi (Malang). 
15.   Baidron Hadi (Yogya).
Asmin Nasution dan Anton Timur Jailani, tidak termasuk pendiri HMI karena keduanya tidak hadir dalam Rapat 05 Februari 1947. Pelanjut atau penerus yaitu Pengurus Besar HMI Pilihan Kongres I HMI tanggal 30 November 1947 dan PB HMI hasil resuffle.

B.    Deklarasi Berdirinya HMI.
Latar belakang berdirinya HMI, asal mula dari Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta atau PMY. Bahwa PMY yang berdiri di Yogyakarta tahun 1946, beranggotakan seluruh Mahasiswa dari tiga perguruan tinggi yang ketika itu sudah berdiri di Yogyakarta yaitu, Sekolah Tinggi Teknik atau STT, Sekolah Tinggi Islam atau STI, dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang pada waktu itu baru mempunyai Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Kehidupan PMY, masih menunjukkan identitas ala poloniase, dansa disertai dengan minuman keras hingga mabuk. Lagu lo vivat dijadikan hymne resmi yang dinyanyikan secara hikmat pada setiap upacara organisasi sesudah lagu Indonesia Raya. Padahal isi lagu lo vivat mengajak para mahasiswa untuk bersenang-senang melupakan segala urusan sambil meminum-minuman keras sampai mabuk.
Disampaing itu PMY, sama sekali tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa beragama. Ceramah – ceramah keagamaan tidak pernah diselenggarakan. Tidak memikirkan kebutuhan para mahasiswa untuk sholat Maghrib ditengah-tengah kuliah berlangsung, yang dimulai pukul 16.30 sampai 20.30. Tidak pernah tersalurkannya aspirasi keagamaan ini sebenarnya sudah merupakan alasan kuat bagi mahasiswa yang beragama Islam, untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berdiri sendiri dan terpisah dari PMY. Tetapi karena pada waktu itu bangsa Indonesia sedang menghadapi musuh Belanda, maka mendirikan organisasi mahasiswa sendiri pada saat seluruh potensi mahasiswa mesti digalang adalah kurang simpatik dan akan dinilai oleh massa mahasiswa sebagai gerakan memecah belah potensi mahasiswa, yang pada waktu itu diharapkan sebagai pelopor dan perintis dalam mempertahankan Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut diterangkan oleh Dahlan, kondisi politik di wilayah Republik khususnya di Ibu Kota Yogyakarta pada akhir tahun 1946 dan awal tahun 1947 mengalami polarisasi antara pihak pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis, Pimpinan Syahrir Amir Syarifuddin, dan Pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi, pimpinan Sukiman-Wali Al-Fatah dan PNI, Pimpinan Mangunsarkono-Suyono Hadinoto dimana arah perjuangan bertolak belakang, pihak partai Sosialis (pemerintah) menitik beratkan perjuangan untuk memperoleh pengakuan Republik Indonesia dengan berdiplomasi, sedangkan pihak oposisi menitik beratkan pada perjuangan bersenjata untuk melawan Belanda. Polarisasi ini terbawa pada masyarakat mahasiswa yang disebabkan sebagian besar anggota pengurus PMY berorientasi pada Partai Sosialis. Melalui mereka itu, Partai Sosialis mencoba mendominir PMY. Dalam suasana yang amat kritis karena Belanda semakin memperkuat diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dan persenjataan modern, dan kemudian pada tanggal 21 Juli terjadi Clas I. Dalam suasana kritis semacam itu sikap mahsiswa murni tetap bersatu menghadapi Belanda dan menolak keras usaha dominasi Partai Sosialis, karena akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik tersebut.
Adanya usaha Partai Sosialis untuk mendominir PMY, mendorong beberapa orang mahasiswa mendirikan organisasi baru. Bagi mahasiswa beragama, adanya dominasi Partai Sosialis, lebih mendorong mereka untuk segera mendirikan organisasi mahasiswa baru. Sebenarnya keinginan mendirikan organisasi mahasiswa Islam kurang tepat lagi, karena berarti membiarkan PMY lebih didominasi oleh Partai Sosialis, yang sekaligus akan mengakibatkan massa mahasiswa akan terlibat dalam polarisasi politik seperti yang diungkapkan dimuka. Sikap menentang dominasi Partai Sosialis kepada PMY bukan saja dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga datang dari mahasiswa Katholik, mahasiswa Kristen, serta datang dari mahasiswa yang berwarna polos. Setelah HMI berdiri pada tanggal 5 Februari 1947, maka menyusul pula berdirinya Perhimpuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia atau PMKRI, Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia atau PMKI yang kemudian pada tahun 1950 berubah menjadi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia atau GMKI, dan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia atau PMI yaitu organisasi dari mahasiswa “polos“. Berarti berdirinya empat organisasi mahasiswa tersebut diatas, yaitu HMI, PMKRI, GMKI, PMI, bukan merupakan eksklusivisme apalagi separatise, dengan melepaskan diri dari PMY. Terbukti di Malang pada tanggal 8 Maret 1947, diadakan Konggres Mahasiswa Seluruh Indonesia yang diikuti oleh HMI, PMKRI, GMKI, PMI, PMY, Masyarakat Mahasiswa Kedokteran (Jakarta), Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (Bogor) dan Serikat Mahasiswa (SMI). SMI berdiri lebih dahulu daripada PMY, terdiri dari mahasiswa di Klaten, Solo, selain yang masih tetap bertahan di Jakarta sebagai lembaga Republik SMI dipimpin oleh tokoh-tokoh mahasiswa yang kemudian berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), diantaranya Suripno, Utomo Ramelan, Suyono Atmo, dan Sugiono.
Usaha-usaha dominasi Partai Sosialis kedalam tubuh organisasi pemuda, mahasiswa untuk pertama kali dimulai pada waktu Konggres Pemuda Seluruh Indonesia yang diadakan di Yogyakarta pada awal bulan November 1945. Konggres ini hendak dimanipulir oleh Partai Sosialis, untuk diarahkan pada satu fusi bernama Pemuda Sosialis Indonesia atau Pesindo. Usaha ini ditentang oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia atau GPII yang berdiri pada tanggal 2 Oktober 1945, Ikatan Pelajar Indonesia atau IPI, Pemuda Kristen, Masyarakat Kedokteran Jakarta dan lain-lain. Tetap gerakan-gerakan pemuda lokal yang berdiri setelah Proklamasi yaitu di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Pekalongan, yang bernama API, AMI, AMRI dan organisasi lain terkena manipulasi Partai Sosialis. Organisasi lokal ini dalam konggres pemuda tersebut melebur menjadi Pesindo yang merupakan organisasi bawahan Partai Sosialis. Pada tanggal 12 Maret 1966, Pesindo dibubarkan, karena terlibat pemberontakan PKI 30 September 1947, meskipun ketua pertama dari Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia atau PPMI yaitu federasi organisasi – organisasi mahasiswa hasil konggres mahasiswa seluruh Indonesia di Malang itu adalah seorang tokoh SMI bernama Suripno. Tetapi setengah tahun kemudian Suripno turut memimpin pemberontakan PKI di Madiun 1948, lalu ditembak mati bersama – sama gembong – gembong Front Demokrasi Pancasila (FDP) yang berdiri dibelakang PKI, di Karang Anyar Solo bersamaan dengan Belanda melancarkan Clas II sehingga tubuh RI laksana ditikam dari belakang.
Usaha dominasi Partai Sosialis dikalangan massa pelajar dan dikalangan pemuda sebagian berhasil. Dikalangan mahasiswa, usaha dominasi Partai Sosialis gagal total. PPMI tetap independent pada waktu itu. Setelah berdirinya HMI dan PMKRI, GNKI, PMI. PMY kehilangan massa dan kemudian mati tanpa upacara pada tahun 1950. Dalam kalangan pelajar usaha dominasi itu ternyata berhasil. Sekitar bulan April 1946, SMI dan IPI melebur diri menjadi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Karena kelihaian pion – pion Partai Sosialis pada SMI, SMI berhasil mendorong IPI yang berdiri tanggal 27 September 1945, dan mempunyai cabang – cabang di kota – kota seluruh Jawa dan Sumatera untuk meleburkan diri di dalam IPPI yang didominir terus oleh Partai Sosialis Indonesia atau PKI. Bulan Juni 1948, Partai Sosialis pecah menjadi Partai Sosialis Indonesia atau PSI-nya Syahrir dan PKI-nya Amir Syarifuddin.
Didominirnya massa pelajar oleh pion – pion Partai Sosialis atau IUPPI menimbulkan reaksi keras dikalangan pelajar yang murni dan independent, yang tidak mau terlibat dalam polarisasi politik yang terjadi pada waktu itu. ini pulalah yang turut mendorong berdirinya organisasi pelajar lain, seperti Pelajar Islam Indonesia (PII) yang didirikan di Yogyakarta 2 Mei 1947, tiga bulan setelah HMI berdiri.
Jika disimpulkan dari uraian A. Dahlan R. mengenai latar belakang berdirinya HMI, meliputi empat hal. Pertama, karena Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa Islam. Ceramah-ceramah keagamaan tidak pernah diselenggarakan. Tidak memikirkan kebutuhan mahasiswa untuk Sholat Maghrib, karena kuliah berlangsung dari pukul 16.30 sampai 20.30. Kedua, karena danya dominasi Partai Sosialis terhadap PMY yang merupakan satu-satunya wadah mahasiswa pada waktu itu, sebagai satu setrategi menguasai mahasiswa untuk tujuan politik Partai Sosialis. Ketiga, karena dan polarisasi politik di Tanah Air, Partai Sosialis disatu pihak dan Masyumi, PNI, Persatuan Perjuangan dilain pihak. Polarisasi politik tersebut, membawa masyarakat mahasiswa, karena sebagian besar pengurus PMY berorientasi pada Partai Sosialis. Padahal banyak diantara mahasiswa yang bergabung dalam PMY tidak mau berorientasi pada Partai Sosialis. Keempat, perlunya persatua dikalangan mahasiswa guna menghadapi agresi Belanda, mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Latar belakang sejarah berdirinya HMI menurut Agus Salim Sitompul terdiri dari tiga faktor dominan. Pertama, situasi Negara RI, dimana kedatangan Bangsa Inggris, Portugis, Spanyol dan Belanda ke Indonesia disampaing sebagai penjajah sekaligu juga membawa misidan zending serta peradaban barat. Karena peradaban barat itu bercorak “scularist”, turut mempengaruhi perkembangan masyarkat Indonesia. Lewat penjajahan selama 350 tahun, kolonial Belanda dengan berbagai jalan dan cara, menanamkan peradaban barat yang bercorak scularisme. Karena tekat dari Bangsa Indonesia untuk merdeka diilhami semangat dan aspirasi Islam, akhirnya dapat memperoleh kemerdekaan pada tanggal 17 Agutus 1945. Dengan semangat kemerdekaan itu pula akhirnya Bangsa Indonesia memperoleh kedaulatannya pad tanggal 27 Desember 1949, sebagaimana bangsa – bangsa lain. Kedua, digambarkan situasi Umat Islam Indonesia, yang dimana pengalaman dan pemahaman ajaran Islam di Indonesia berlaku tidak sebagaiman mestinya. Ruh dan semangat Islam hilang dan tenggelam ditengah – tengah berkembangnya mazhabisme, sufisme, dan ditutupnya babul ijtihad. Tetapi diatas kemajuan itu, dunia Islam bangkit dengan reformasi dan modernisasi dalam tata kehidupan keagamaan umat Islam serta perjuangannya, yang pertama kali muncul di Negara-Negara Arab dimana resonansinya juga mengilhami dan mendorong semangat umat Islam Indonesia untuk bangkit dari segala manifestasi keterbelakangan. Kebangkitan tersebut ditandai dengan munculnya organisasi Islam seperti Sarikat Dagang Islam, Muhamadiyah, Al Jamiatul Wasliyah, Persatuan Umat Islam, Persatuan Islam dan Masyumi. Organisasi yang disebut terakhir ini pada tanggal 7 November 1945 menjelma menjadi Partai Unitaris yang mempersatukan segenap potensi dan kekuatan umat Islam sebagai alat perjuangan politik termasuk untuk menghadapi penjajah Belanda. Karena perjuangan kemerdekaan itu, mutlak memerlukan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, termasuk umat Islam. Ketiga, situasi perguruan dan kemahasiswaan. Akibat logis penjajahan Belanda, maka dunia pendidikan pada umumnya termasuk perguruan tinggi dipengaruhi oleh sistem pendidikan barat, yang pasti mengarah pada sekulerisme. Ditengah – tengah kehidupan perguruan tinggi dan kemahasiswaan dan keberadaan PMY serta Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) yang mengambil basis di perguruan tinggi, sebagai organisasi yang berhaluan komunis, maka situasi dunia kemahasiswaa dilanda krisis keseimbangan yang dimaksud, tidak adanya perpaduan antara pemenuhan tugas hidup di dunia dan akherat, akal dan kalbu, jasmani dan rohani.
Krisis keseimbangan seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Agama Islam, dengan jelas ajaran Islam menganut doktrin keseimbangan, yaitu adanya keselarasan, keseimbangan, keharmonisan antara kepentingan dunia dan akhirat, akal dan agama. Persoalan-persoalan di atas merupakan masalah besar dan fundamental bagi kehidupan umat Islam dan Bangsa Indonesia.
Kedua pemikiran di atas setelah dibahas secara mendalam pada sidang pleno seminar sejarah HMI, lebih mendetail lagi dibahas oleh Panitia Perumus tentang motivasi dan latar belakang berdirinya HMI, proses berdirinya HMI dan pendiri HMI. Tim perumus beranggotakan lima orang terdiri dari: A. Dahlan R, SH, Agus Salim Sitompul, Drs. Malik Fadjar, Dr. Husein Anuz dan Dr. Halim Mubin. Dalam rapat-rapat tim perumus, pemrakarsa pendiri HMI Prof. Drs. Lafrane Pane selalu ikut, untuk menyampaikan pendapat dan pemikirannya. Dan lebih penting lagi, keterangan dari Prof. Drs. Lafrane Pane sebagai pengambil inisiatif pertama untuk mendirikan HMI, dapat didengarkan secara langsung, apa sebenarnya latar belakang yang mendorong untuk mendirikan HMI.
Sebagai hasil pemikiran, pendapat dan pandangan, maka sidang pleno seminar sejarah HMI, telah menuangkan tentang motivasi dan latar belakang berdirinya HMI, proses berdirinya HMI dan pendiri HMI dalam ketetapan seminar sejarah HMI No. 001/ss-HMI/1975, dengan formulasi sederhana.
Melihat dan menyadari kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan kurang memahami ajaran agamanya. Keadaan demikian ini adalah akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. karena itu perlu dibentuk suatu organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut, organisasi harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa, yang selalu menginginkan inovasi dalam ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalu Negara RI tidak merdeka, rakyatnya melarat, maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara RI kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Historis manusia membuktikan bahwa manusia selalu hidup dalam kontek masa lampaunya. Berbagai peristiwa masa silam yang telah mengendap dalam dirinya selalu diolah ulang tanpa bermaksud mengulangi, membanggakannya atau mengmbalikan putaran jarum sejarah melainkan hendak menafsirkan masa lampau, dalam kerangka penghayatan yang aktual masa kini. Disini mendiskripsikan keharusan untuk mengenal sejarah perjuangan tidak berhenti menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Kebenaran sejarah adalah mata rantai yang tidak putus dalam garis perkembangan menuju masa depan.
Sejarah sebagai suatu kajian terhadap peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dan dapat pula dipergunakan untuk menunjuk pada kejadian itu sendiri, haruslah selalu dalam keadaan yang dinamis. Pernyataan tentang makna keseluruhan sejarah selamanya tidak menemukan jawaban yang final. Tetapi walaupun demikian, kemauan dan kesungguhan untuk mencari dan memberi jawaban secara intensif pasti akan membantu dari ilmu pengetahuan yang dapat ditemukan secara mudah.
Disamping itu, sejarah sebagi cerminan masa lalu guna dijadikan pedoman untuk masa kini dan masa mendatang. Guna mencapai tujuan tersebut maka syarat mutlak untuk dipenuhi, bahwa sejarah harus ditulis secara akurat dan benar, tidak boleh memperkosa data. Interprestasinya harus tepat dan tidak ada maksud lain kecuali mencari kebenaran sejarah.
Pada setiap kali berbicara dan menulis tentang HMI, penulis berusaha harus terus untuk memberikan suatu gambaran yang mudah diikuti dan dicerna serta dipahami baik oleh anggota HMI, maupun yang masih awam tentang HMI. Maka untuk mengungkapkan latar belakang berdirinya HMI secara benar dan utuh, terlebih dahulu melihat dan meninjau riwayat hidup pemrakarsa pendiri HMI Lafrane Pane, serta ide dasar untuk mendirikan HMI. Tentang riwayat hidup Lafrane Pane, diperoleh dari lingkungan keluarga, pendidikan, teman-teman sepergaulan dan seperjuangan. Lafrane Pane berada dalam lingkungan nasionalis. Disamping itu menikmati pendidikan di pesantern, Ibtida’iyah Wustha dan sekolah Muhamadiyah. Namun jiwa nasionalismenya lebih menonjol. Dari para muda yang berfigur seperti itulah lahir gagasan untuk mendirikan HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI).
Adapun ide dasar yang dimaksud Lafrane Pane untuk mendirikan HMI, adalah berdasarkan suatu pemikiran dan analisa mengenai makro sosiologis umat Islam, sebelum HMI berdiri, yang dapat dibaca dari tulisan Lafrane Pane yang dimuat dalam Pedoman Lengkap Konggres Yogyakarta, dengan judul “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia”. Tulisan ini dimaksudkan untuk menyongsong Konggres Muslimin Indonesia yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 20 – 25 Desember 1949.
Diawal tulisan, Lafrane Pane mengemukakan bahwa ia bermaksud menganalisa dan menunjukkan kenyataan – kenyataan yang dihadapi sekarang dan dikemudian hari. Dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial harus menyelaraskan kehidupan dengan masyarakat, atau mencoba mengubah masyarakat sesuai dengan pandangan hidupnya. Dalam mencontoh, manusia cenderung pada kebiasaan yang baik dan tidak mau mencontoh golongan lain yang dianggap lebih rendah dari padanya. Sikap dan mental Indonesia, merasa lebih rendah dari bangsa Belanda dan bangsa barat lainnya. Hal in disebabkan karena akibat penindasan dan pendidikan Belanda yang sukar dihilangkan, terutama bagi yang semata – mata memperoleh pengajaran dan pendidikan di sekolah Belanda. Sikap mental itu baru dapat dihilangkan hanya dengan penidikan yang teratur, disertai dengan keinsyafan, bahwa Belanda itu tidak lebih tinggi derajatnya dari bangsa Indonesia. Terlebih-lebih apabila ajaran Islam itu dipraktekkan oleh rakyat disegala bidang dengan sebaik – baiknya, kiranya tidak mungkin Belanda itu menjajah Indonesia dengan perlakuan yang halus sampai kasar. Banyak kaum terpelajar yang menganut ajaran Islam, malu mengaku secara terus terang bahwa ia beragama Islam. Dianggapnya agama Islam itu lebih rendah, sebaliknya orang – orang barat dan agama Kristen lebih tinggi derajatnya. Pandangan dan sikap yang demikian juga karena keuangan dan organisasi orang barat jauh lebih kuat dan teratur, jika dibandingkan dengan keuangan bangsa Indonesia yang lemah serta organisasinya yang centang perenang. Juga ditinjau dari segi situasi dan kondisi masyarakat Islam Indonesia, yang melakukan ajaran agama Islam sebagai kewajiban yang diadatkan, umpamanya upacara waktu lahir, kawin, mati dan selamatan. Dari kedua kerangka dasar di atas secara konkrit dapat dideskripsikan latar belakang sejarah berdirinya HMI.
HMI di dirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Robul Awal 1366 H atau tanggal 5 Pebruari 1947, oleh para mahasiswa tingkat I Sekolah Tinggi Islam yang sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), yang dicetuskan dan diprakarsai oleh Lafrane Pane tanpa campur tangan pihak luar kecuali oleh pihak mahasiswa sendiri. Di dalam ruang kuliah karena konfigurasi politik, agama Islam, pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan yang mewarnai kehidupan Bangsa Indonesia umumnya.
Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah. 
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain: 
·         Mempertahankan kemerdekaan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia dari intervensi kolonialisme Internasional.
·         Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. (Syiar Islam)
Secara interpretatif kedua tujuan diatas memiliki makna dialektika kausal, bahwa tidak ada da’wah Islamiyah tanpa ada kedaulatan wilayah politik. Islam akan berkembang menjadi agama budaya dan agama masyarakat, bila kalau masyarakat Indonesia sudah mempunyai kedaulatan Negara.

C.    Misi HMI
a.      Menegakkan dan mengembangkan agama Islam yang bersumber pada Al Quran dan As Sunnah, untuk tegaknya keyakinan tauhid, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.      Berperan dan berpartisipasi aktif, konstruktif, proaktif bersama-sama pemerintah beserta seluruh kekuatan bangsa guna meningkatkan harkat dan martabat serta peradaban bangsa Indonesia, dan hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diridhoi Allah SWT, menuju Indonesia baru di masa depan.
c.       Berusaha menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membangun masa depan bangsa.
d.      Menciptakan kader-kader intelektual yang berwawasan keislaman, keindonesiaan, keilmuan, dan independen sebagai calon pemimpin bangsa dimasa datang guna mencapai tujuan perjuangan bangsa Indonesia.
e.      Membendung dan memberantas faham dan ajaran komunis dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta paham-paham lain yang bertentangan dengan Islam dan Pancasila
f.        Senantiasa mengusahakan persatuan dan kesatuan umat Islam dan bangsa Indonesia yang majemuk, sebagai syarat mutlak tercapainya cita-cita umat Islam dan bangsa Indonesia yang besar luhur.

D.   Faktor Pendukung dan Penghambat Berdirinya HMI
1.       Faktor Pendukung Berdirinya HMI
a)     Posisi dan arti kota Yogyakarta
§  Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
§  Pusat Gerakan Islam
§  Kota Universitas/ Kota Pelajar
§  Pusat Kebudayaan
§  Terletak di Central of Java
b)     Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
c)      Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
d)     Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
e)     Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
f)       Adanya dukungan Presiden (Rektor) STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
g)     Ummat Islam Indonesia mayoritas

2.      Faktor Penghambat Berdirinya HMI
a)     Reaksi Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
b)     Reaksi Gerakan Pemuda Islam (GPII)
c)      Reaksi Pelajar Islam Indonesia (PII)

SEJARAH HMI

SEJARAH

A.    Pengertian
Sejarah adalah suatu kebetulan terjadi di masa yang telah lalu dan benar-benar terjadi, dan kebetulan pula dicatat, biasanya kebenaran sejarah didukung bukti- bukti yang membenarkan peristiwa itu benar-benar terjadi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu sejarah adalah suatu pengetahuan atau uraian mengenai peristiwa-peristiwa  dan  kejadian-kejadian  yang  benar-benar  terjadi  di  masa lampau atau  riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan. Dari pengertian atau definisi di atas maka dapatlah dibedakan antara sejarah dan ilmu sejarah, sejarah adalah kejadian atau peristiwanya, sedangkan ilmu sejarah adalah ilmu yang mempelajari kejadian atau peristiwa tersebut.
Jadi sejarah adalah rentetan perbuatan hasil karya manusia. Ia adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.
B.    Manfaat Mempelajari Sejarah
Sejarah, meski banyak berbicara tentang masa lalu, tetapi ia tetap alat untuk lebih memahami hari ini, dan secara implisit memprediksikan kecendrungan-kecenderungan masa depan.
Manfaat  dan  kegunaan  yang  dapat  diambil  dari  kejadian  yang  telah  lampau adalah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, dan dengan   mempelajari   maka   dapat   diambil   hikmah/pelajaran dari   peristiwa tersebut.  Pada peristiwa yang terjadi dapat dianalisis kelebihan dan kekurangan yang  ada  dari  peristiwa  itu,  dan  pengetahuan  tersebut  dapat  meningkatkan kehati-hatian dalam mengambil   keputusan   pada   masa   saat   ini   dengan mempertimbangkan prinsip nilai yang terjadi di masa lalu, karena pada dasarnya peristiwa masa lalu linear dengan masa saat ini dan yang akan datang.
C.    Tujuan Mempelajari Sejarah HMI
Untuk meninjau dan meneliti secara sistematis dan penuh kritis masa yang lalu agar dapat dijadikan cerminan dan pedoman masa kini seterusnya agar dapat diterapkan arah perjuangan masa mendatang, bagi kepentingan perjauangan dimasa mendatang.
D.   Pengertian Sejarah menurut Para Ahli Sejarah
Beberapa pendapat ahli sejarah; 1). Moh. Yamin “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dibuktikan dengan kenyataan”, 2). R. Moh Ali,Pengertian sejarah ada 3 yaitu: a). Sejarah adalah kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa seluruhnya yang berkaitan dengan kehidupan manusia. b). Sejarah adalah cerita yang tersusun secara sistematis (serba teratur dan rapi) c). Sejarah adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan peristiwa dan kejadian-kejadian pada masa lampau.” 3). Patrick GardinerSejarah adalah ilmu yang mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.” 4). J.V Brice “Sejarah adalah catatan-catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan dan diperbuat oleh manusia.
Pengertian sejarah berbeda dengan pengertian Ilmu sejarah. Sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lalu manusia sedangkan Ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia.
E.    Karakteristik ilmu Sejarah
Karakteristik Sejarah ada apabila dipersempit ada 3 macam; Unik, Penting, dan Abadi. Unik, artinya peristiwa sejarah hanya terjadi sekali, dan tidak mungkin terulang peristiwa yang sama untuk kedua kalinya.Penting, artinya peristiwa sejarah yang ditulis adalah peristiwa-peristiwa yang dianggap penting yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan manusia Abadi, artinya peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan akan selalu dikenang sepanjang masa


LATAR BELAKANG PEMIKIRAN BERDIRINYA HMI

Jika ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah pemikiran dan berdirinya HMI.
A.    Kondisi Umat Islam
  1. Umat Islam Internasional
Kondisi umat Islam dunia pada saat menjelang kelahiran HMI dapat dikatakan ketinggalan dibandingkan masyarakat Eropa dengan Reinasance-nya. Ini dapat dilihat dari penguasaan teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar umat Islam berada di bawah ketiak penindasan nekolim barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen. Umat Islam hanya  terpaku, terlena oleh kejayaan masa lampau atau pada zaman keemasan Islam. Umat Islam pada umumnya tidak memahami ajaran Islam secara komprehensif, sehingga mereka hanya berkutat seputar  ubudiyah atau ritual  semata tanpa memahami bahwa ajaran Islam adalah ajaran paripurna yang tidak hanya mengajarkan hubungan manusi dengan Tuhan, namun lebih jauh daripada itu menderivasikan hubungan transenden ke dalam seluruh aspek kehidupan.
Akibat dari ketertinggalan ummat Islam, maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh (kaffah). Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
  1. Umat Islam Indonesia 
Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat itu, umat Islam berada dalam cengkaraman nekolim barat. Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai  masyarakat kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya menguntungkan kelompok mereka sendiri atau rakyat yang sudah seideologi dengan mereka.
Umat Islam Indonesia  hanya mementingkan kehidupan akhirat (katanya sich), dengan penonjolan simbolisasi Islam dalam ubudiyah, sebagai upaya kompensasi    atas ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah. Bahkan ada sebagian ulama ang menyatakan bahwa pintu  ijtihad telah ditutup, hal ini menyebabkan umat hidup dalam suasana taqlid dan jumud. Selain itu umat Islam Indonesia berada dalam perpecahan berbagai macam aliran/firqah dan masing-masing golongan melakukan truth claim, hal ini menyebabkan umat Islam Indonesia tidak kuat akibat kurang persatuan di kalangan umat Islam di Indonesia.
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
B.    Kondisi NKRI
  1. Penjajahan Belanda dan Tuntutan Kemerdekaan
Tahun 1596, Cornelis de Houtman mendarat di Banten. Sejak itulah Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, membawa tiga hal, (1). Penjajahan itu sendiri dengan sengaja bentuk dan manifestasionya, (2) Misi dan zending agama kristen, (3). Peradaban barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Penjajahan itu sendiri membawa dampak yang luas, dan dan dalam, bagi perjalanan kehidupan bangsa Indonesia untuk waktu yang lama, dari berbagai aspek kehidupan :
a.       Aspek Politik.
Seluruh rakyan dan negara Republik Indonesia menjadi obyek jajahan Belanda, sebelumnya, Indonesia adalah negara yang bebas merdeka, tidak terikat dengan bengsa manapun. Kebebsan yang sebenarnya yang dimiliki bangsa Indonesia dirampas secara paksa, sehingga tidak memiliki kedaualatan baik kedalam maupun keluar.
b.       Aspek Pemerintahan.
Dalam menangani semua urusan-urusan VOC di Asia, tahun 1610 diciptakan jabatan Gubernur Jendral. Penunjuk dan penempatan Gubernur Jendral Belanda di Indonesia merupakan isyarat bahwa Indonesia, telah menempatkan dibawah pemerintahan Kerajaan belanda yang berkedudukan di Netherland. Pengkokohan kekuasaan dilakukan dengan mengantikan nama Jayakarta m,enjadi Batavia 12 Maret 1619. dibangun pula pusat militer dan adminstrasi. Dengan demikian terbangun dan terciptalah dasar-dasar kerajaan belanda yang pertama di Indonesia.
c.        Aspek Hukum.
Sebagai negara jajahan, pelaksanaan hukum bertentangan dengan kondisi sosoilogi masyarakat Indonesia. Hokum adalah kekuasaan dan kekuatan, sehingga si lemah tidak mampu tegak di muka hokum. Orang-orang Islam diperlukan secara tidak adil dan diskriminatif. Tetapi sebaliknya menguntungkan belanda dan orang yang sudah memeluk agama Kristen.
d.       Aspek Pendidikan.
Dalam melihat sejauh mana aspek pendidikan ini berpengaruh dalm kehidupan umat islam. Hal ini anatara lain disebabkan ikut campur tangannya penjajah belanda, terlihat dari kebijakan politik penjajah Belanda. Keikutsertaan pemerintah belanda mecampuri bidang pendidikan di indonesiadidasarkan untuk memepertahankan kelestarian penjajahan belanda di Indonesia. Maka kebujaksanaan di bidang pendidikan sebagai factor yang akan menghacurkan kekuatan islam di Indonesia. Pada akhir abad ke-19 Snouck Hurgronje sangat optimis bahwa islam tidak akan sanggup bersaing dengan pendidikan barat. Agama islam bersifat dan penghalang kemajuan, sehingga harus dimbangi dengan meningkatkan taraf kemajuan penduduk pribumi.
e.       Aspek Ekonomi.
Pembentukan perserikatan Maskapai Hindia timur, VOC (Vereenigde Ooscindischt Compagnie). Pada bulat maret 1602, merupakan momentum bagi penguasaan ekonomi Indonesia oleh penjajah belanda. Semboyan Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen yang terkenal perdagangan tidak dapat dikuasi tanpa perang atau melakukan perang tanpa adanya perdagangan. Guna memperoleh pemasukan keuangan dan meraup keuntungan besar, Gubernur Johannesvan de Bosch 91830 – 1833) mengintrodusir cultuurstelsel  atau tanam paksa berupa kemoditi ekspor seperti kopi, tebu, dan nila kemudian dijual dengan harga pasti kepada belanda.
f.         Aspek Budaya.
Akibat tidak ada pengawasan terhadap perkembangan masyarakat, bermunculah alran-aliran kebuidVayaan secara bebas. Dengan sendirinya terjadilah perjuangan dan persaingan antara satu dengan yang lain, aliran kebudayaan itu adalah : 1). Aliran kebudayaan barat, yang diwakili amerika, belanda dll. 2). Komunisme dan sosialime, 3). Agama Kristen Prostetan dan Khatolik. 4). Aliran kebudayaan kebangsaan yang cendrung kepada sosialisme (Marxisme). 5). Aliran kebtinan kesusilaan (Hindia- jawa).
g.       Aspek Keagamaan.
Kedatangan penjajahan belanda keindonesia pada abad XVI, juga ditandai oleh tiga hal: Misi Perdagangan, Misi Penjajahan, Misi Agama.

  1. Berkembangannya Ajaran Komunis
Berkembangnya faham dan ajaran komunis di Indonesia, sebagai salah satu faktor yang melatar belakangi munculnya pemikiran dan berdirinya HMI, mempunyai sejarah yang panjang. Komunis adalah buah pikiran yang dicetuskan Mark dan Engells pada abad ke-19, serta diberi interpretasi oleh Lenin dan Stalin.
Menurut Frans Magnis- Suseno, komunisme adalah sebuah sistem kekuasaan totaliter, berdasarkan sebuah ideologi. Totaliter karena kekuasaan dipegang secara mutlak oleh partai komunis. Partai itu merasa berhak menentukan segala seluk beluk kehidupan masyarakat secara tak terbantah. Perbedaan pendapat dalam partai ditindak. Hukum menjadi sarana dalam tangan partai, demi untuk mempertahankan kedudukan. Komunisme memusuhi agama dan mempropragandakan ateisme atau anti agama. Kehidupan beragama ditekan dan sering direpresikan. Komunisme adalah anti demokrasi, dan tidak mengakui hak- hak azasi manusia. Ideologi resmi komunisme adalah Marxisme, Leninisme, sebuah perpaduan antara ajaran Karl Mark Friederich Engles dan Wladimir llyie Lenin.
Mark dan Lenin berpendapat bahwa agama merintangi proses ke arah sosialisme dam harus dilenyapkan. Konteks orientasi ajaran ideologi komunis, yang tertuang dalam dialektikmaterialisme. DIAMAT yang bertitik tolak dan meateri sebagai satu- satunya kenyataan. Maka sejak awal komunisme Rusia adalah antithesisme yang fanatik. Agama tidak dibenarkan hidup dan berkembang di masyarakat. Karena sikap dan pandangan itu, secara teratur dan berencana, berusaha memberantas agama, dan mencanangkan propaganda anti agama. Agama disebut sebagai pelarian, sebagai candu dalam masyarakat. Mark tidak percaya pada alam gaib, menentang agama, menentang adanya Allah dan kekuasaan Allah. Kedudukan agama di soviet Rusia, diatur dalam Undang-Undang dasar yang menyebutkan : “ freedom of worship and freedom of antireligion propagation”, “kemerdekaan melaksanakan gerak sholat, dan kemerdekaan propaganda anti agama. Tidak ada jaminan tentang propaganda agama. Sebaliknya, yang dijamin adalah propaganda anti agama. Seorang yang mempropagndakan agama dengan mudah dicap sebagai musuh negara. Karena aktivitasnya tidak dijamin oleh undang- undang dasar. Lenin pernah menulis, bahwa agama itu adalah musuh materialisme terbesar.  Kedudukan agama dan pemeluk agama di Rusia termasuk meinderheid dalam hukum kenegaraan, dan agama harus selalu berada dalam pengawasan tertinggi Pemerintah Soviet.
Atas faham dan pengertian seperti itulah, komunis masuk ke Indonesia. Sebelum masuknya paham dan ajaran komunis diIndonesia, telah ada dua paham yang berkembang. Pertama, agama Islam yang sudah berakar dan telah masuk ke Indonesia pada abad ke I Hijriyah atau abad VIII Masehi langsung dari Arab. Kedua pada awal abad XX muncul pula paham nasionnalisme atau kebangsaan, yang bersamaan timbulnya pada saat bangsa Indonesia mengalami kebangkitan nasional yang ditandai berdirinya Serikat Dagang Islam tahun 1905 dan Budi Utomo tahun 1908. Maka, Islamisme, nasionalisme, marxisme bertemu, bersaing dipanggung perpolitikan dan sejarah nasional bangsa Indonesia dengan segala dinamika dan romantikanya.
Embrio komunisme di Indonesia berawal dari ISDV (Indische Social Democratische Vereening, Perhimpunan Sosial- Demokrat Hindia) bentukan Sneevliet dan teman-temannya tahun1914. Setelah gagal mendapat simpati dari tokoh- tokoh pergerakan beraliran nasionalis, Sneevliet tahun 1916 mulai mendekati SI (Sarekat Islam) yang dinilai punya kekuatan massa besar. Penilaian itu tidak salah. Melalui penetrasi ideologis yang intensif kedalam tubuh SI, akhirnya masyarakat revolusioner pribumi terbelah menjadi dua: sayap Islam dan sayap Marxis. Secara resmi tanggal 23 Mei 1920 ISDV dirubah menjadi Partai Komunis Indonesia( PKI) dengan Semaun dan Darsono sebagai Presiden dan wakil presidennya.
Faham Komunis yang dikembangkan melalui Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) yang berkedudukan di Surakarta, sehingga kedua organisasi ini berhaluan Komunis. Berdirinya kedua organisasi mahasiswa yang berhaluan komunis itu, maka paham dan ideologi komunis mulai beranjak dan merasuk ke dunia Perguruan Tinggi dan kemahasiswaan.

C.    Kondisi Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan
Perguruan tinggi adalah tempat untuk  menuntut ilmu yang akan menghasilkan para pemimpin untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Selain itu perguruan tinggi adalah motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut diharapkan menuju sesuatu yang lebih baik. Begitu pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang ingin menguasainya demi untuk kepentingan golongan tersebut.
Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada beberapa faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, antara lain sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada  sekularisme  dan  dapat menyebabkan dangkalnya agama atau aqidah dalam kehidupan. Selain itu adanya organisasi kemahasiswaan yang berhaluan komunis dan ini   menyebabkan  aspirasi Islam dan umat Islam kurang terakomodir.
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sistem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua: adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahasiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

D.   Tuntutan Modernitas dan Tantangan Masa Depan
Kritikan terhadap HMI datang dari dalam maupun dari luar HMI. Kritikan itu sangat positif. Karena dengan kritikan itu HMI akan mengetahui kekurangan dan kesalahan yang diperbuatnya, sehingga dapat diperbaiki untuk masa mendatang. Penilaian mungkin terlalu subjektif, jika evaluasi dan kritikan itu datang dari dalam. Kritikan yang tajam dan paling banyak dialamatkan pada HMI, 1) Independensi HMI, 2) Kerjasama dengan ABRI, 30 Sikap HMI terhadap komunis, 4) Tuntutan negara Islam, 5) Adaptasi rasional, 6) Dukungan terhadap rehabilitasi Masyumi, dan berdirinya Partai Muslimin, 7) Mengutuk malari, 8) Penerimaan Pancasila sebagai satu – satunya asas, 9) Adaptasi rasional II, 10) Masalah – masalah internal HMI. (makalah khusus tentang kritikan ini telah ditulis dengan judul kritik terhadap sejarah misi HMI).
Melalui kritikan itu banyak pihak menilai dari dalam maupun dari luar bahwa kredibiltas HMI mengalami kemunduran. Ada bebrapa terapi yang diajukan untuk memulihkan kredibilitas HMI tersebut. Pertama M. Yahya Zaini Ketua Umum PB HMI (1993-1995) sebelum berlangsungnya kongres ke-20 HMI di Surabaya tahun 1995 mengemukakan suatu resep : 1) Revitalisasi. Melakukan revitalisasi berarti meyakini dan meyadari sedalam – dalamnya bahwa keluarga besar HMI secara bersama – sama mengemban tugas yang luhur dan mulia, dibentuk oleh inti daya hidup yang membentuk jati diri HMI sebagai kader diri organisasi dengan ciri keIslaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan. 2) Reaktualisasi, suatu upaya untuk melanjutkan, mendinamisasikan, dan menumbuh kembangkan pengahyatan dan pengamalan HMI terhadap nilai – nilai keIslaman dan keindonesiaan secara utuh, pardu, harmonis dan menyeluruh. 3) Refungsionalisasi, dimaksudkan sebagai suatu keharusan kreatif dan terus menerus guna mengembangkan struktur dan fungsi organisasi, guna mendukung da menompang prose aktualisasi dan reaktualsisi, sistem kehidupan organisasi, di semua aspeknya dalam rangka pengembangan peran dan fungsi organisasi itu sendiri. 4) restrukturisasi. Struktur dan fungsi organisasi menjadi pendukung gerak dan proses dengan aktualisasi yang selalu berkembang dan berubah. Kedua, yang dikemukakan Ketua Umum PB HMI periode 1997 – 1999 Anas Urbaningrum dalam tulisannya di Harian Umum Republika Jakarta tanggal 27 September 1997 ketika akan dilatik sebagai Ketua Umum PB HMI periode 1997 – 1999. terapi pertama, dengan Politik Etis HMI. Kemudian peningkatan Visi, Intelektualitas, Penguasaan Basis dan terakhir Modernisasi Organisasi.
Untuk mencapai tujuan HMI harus dipersiapkan suatu kondisi sebagai modal untuk merekayasa masa depan, dan memprediksi masa depan bangsa Indonesia. Sebenarnya hal itu sudah tertuang dalam tujuan HMI dan dielaborasi menjadi lima kualitas insan cita HMI. Secara global 5 kualitas insan cita itulah yang dipersiapkan HMI untuk merekayasa dan prediksi masa depan bangsa Indonesia.
Tantangan yang dihadapi HMI dan bangsa Indonesia sangat kompleks. Tetapi justru dengan tantangan itu menjadi peluang yang sangat baik yang dimiliki HMI untuk memperjuangkan cita – citanya sehingga menjadi kenyataan di tengah – tengah masyarakat.